Selasa, 07 September 2010

Gerakan Kebangkitan Petani Jawa Tengah

NEGARA, bangsa, saat ini sedang mengalami tekanan yang terus menerus dari tiga arah. Pertama, “dari atas”, melalui globalisasi, dimana kekuasaan beberapa negara pembuat kebijakan semakin meningkat dengan membagi kekuasaannya melalui institusi internasional untuk melakukan pengaturan, seperti WTO, IMF dan Bank Dunia. Kedua, “dari bawah”, melalui desentralisasi yang parsial di bidang politik, fiskal dan kekuasaan administratif dari pemerintah pusat yang diberikan kepada daerah. Ketiga, “dari samping” melalui privatisasi sebagian fungsi-fungsi negara (Fox, 2001).

Di tengah-tengah proses tersebut pemerintah pusat tetap memainkan peran penting dalam bidang ekonomi dan politik di tingkat lokal, nasional dan internasional, meskipun mengalami beberapa perubahan. Ruang lingkup, langkah, luas dan arah perubahan bentuk ini dilakukan oleh para aktor berbeda yang saling bersekutu atau saling bersaing satu sama lain di tingkat ekonomi dan politik yang berbeda-beda. Bentuk persaingan dalam proses perubahan ini terjadi karena luasnya tingkat tanggung jawab yang tidak seimbang dan bervariasinya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan mengenai globalisasi, desentralisasi dan privatisasi dengan dampak nan beragam di tingkat kelas sosial yang berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Secara global, mungkin sektor perdesaan adalah sektor yang sangat terpengaruh oleh proses ini. Orientasi perdagangan pasar dunia neo-liberal terutama yang berhubungan dengan teknologi dan kebijakan fiskalnya telah secara luas menjangkau dan berdampak (umumnya merugikan) pada mata pencarian dan kehidupan petani – petani kecil dan miskin. Mulai ditanggalkannya tanggung jawab tradisional negara terhadap nasib masyarakat perdesaan yang miskin serta derasnya arus privatisasi, sangat mempengaruhi penguasaan masyarakat atas sumber daya alam dan akses kebutuhan mendasar mereka, mengakibatkan hilangnya perlindungan terhadap petani-petani kecil dan petani-petani miskin atas tindak kekerasan yang dilakukan oleh kekuatan pasar yang dikuasai perusahaan global raksasa. Terakhir, desentralisasi kekuasaan di kebanyakan negara berkembang juga memberikan dampak bagi kelembagaan negara yang menghubungkan masyarakat miskin perdesaan dengan pemerintah dan para elite.

Dengan demikian, perubahan yang sedang terjadi di tingkat institusi internasional – nasional – lokal dimana struktur pengaturan di dalamnya melibatkan masyarakat miskin, baik yang bergabung atau yang menentang ekonomi dan politik global yang dikuasai perusahaan-perusahaan besar, menunjukkan adanya peluang dan ancaman bagi penduduk perdesaan di dunia. Keberadaan keduanya, peluang dan ancaman, telah mendorong dan menggusarkan gerakan sosial perdesaan tingkat nasional untuk selanjutnya menyesuaikan gerakan mereka ke tingkat lokal (sebagai jawaban atas desentralisasi), dan pada waktu yang sama membuat jejaring international (sebagai jawaban atas globalisasi). Meskipun kerja – kerja advokasi dan lobby, serta aksi-aksi kolektif tetap berpegang pada karakter nasional mereka. Salah satu hasil penyesuaian tersebut adalah munculnya pusat – pusat gerakan sosial perdesaan yang beragam (polycentric) yang berjuang membangun koordinasi struktural yang lebih padu dalam integrasi vertikal lebih besar pada waktu yang bersamaan. Nampaknya kontradiksi dalam proses politik globalisasi dan desentralisasi yang sangat mempengaruhi negara berimbas juga dalam proses internalisasi politik dan pengorganisasian gerakan sosial perdesaan.

Proses politik dan pengorganisasian tersebut, seperti dihadapi oleh negara – bangsa, menjadi sangat dinamis dan mengakibatkan hasil yang bervariasi dan tidak seimbang secara geografis maupun institusional. Melalui perspektif di atas gerak laju yang mungkin dilakukan secara politis dan organisasional oleh mereka kemudian dapat dipahami dan dilihat lebih baik. Fenomena jejaring dan gerakan sosial perdesaan bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan petani, karena jaringan trans-nasional atau gerakan para petani dan pemilik tanah kecil secara umum telah lama ada. Walaupun demikian, kehadiran Gerakan Kebangkitan Petani (Gerbang Tani) Jawa Tengah diharapkan akan memperkaya jejaring petani miskin dan perdesaan sebagai petani produsen dan desa sejahtera.

Kita semua faham, organisasi petani banyak didirikan sejak seratus tahun yang lalu, baik oleh gabungan para petani kecil hingga petani besar yang umumnya berasal dari negara berkembang, beberapa kemudian menjadi arus utama dalam organisasi sektor pertanian secara umum yang menjadi perwakilan resmi para pejabat antar pemerintah di bidang agribisnis. Ketika terjadi perubahan kebijakan oleh kaum Neo-Liberal, bagi para anggotanya tidak banyak berpengaruh, paling tidak hal keuangan. Kenyataannya, akan banyak manfaat yang diperoleh dengan adanya perubahan dalam kebijakan pasar global dan perubahan aturan dalam WTO.

Dalam banyak hal, posisi Gerakan Kebangkitan Petani (Gerbang Tani) Jawa Tengah terhadap isu-isu tertentu dan bentuk aksi-aksi kolektifnya berbeda secara mendasar dari lawan-lawan utamanya. Gerbang Tani Jawa Tengah, Insya Allah, muncul menjadi suara alternatif yang penting dari para petani miskin dan kecil. Pada waktu yang sama, Gerbang Tani Jawa Tengah juga berupaya memasuki gelanggang/arena bagi sejumlah aksi, perdebatan dan tempat pertukaran ide di antara kelompok-kelompok petani sub nasional yang berbeda. Hal itu membuat Gerbang Tani Jawa Tengah menjadi khas, karena memiliki dua karakter, tempat bertemunya para aktivis dan tempat untuk melakukan aksi, dan membuatnya menjadi sebuah ‘Institusi’ penting bagi gerakan petani miskin lokal. Gerbang Tani Jawa Tengah juga menjadi tempat yang menarik namun kompleks bagi berbagai jejaring gerakan sosial, jaringan Ornop dan lembaga-lembaga nasional lainnya untuk dipahami, dan khususnya dalam berhubungan dengannya.

Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) diharapkan akan terus menjadi aktor dan arena aksi yang penting bagi gerakan petani di seluruh nusantara. Adanya berbagai ancaman terhadap kehidupan dan mata pencarian kelompok perdesaan yang termarjinalkan seperti halnya dengan ketersediaan dan kemunculan sejumlah peluang politik yang terutama dibawa oleh proses dinamis penyusunan ulang negara secara global akan terus menyediakan konteks yang paling penting bagi dan menjadi obyek persaingan politik Organisasi Petani Miskin (OPM) pada tingkat internasional, nasional, regional, dan lokal. Luasan dimana OPM akan terus menjadi arena yang penting bagi aksi, perdebatan dan pertukaran antara gerakan nasional dan regional akan sangat bergantung pada kapasitasnya untuk mempertahankan kerangka kerja ideologis pluralis dan keotonomiannya, seperti halnya dengan kapasitasnya untuk mengembangkan struktur organisasi yang mampu merespon dinamika gerakan regional, nasional dan lokal yang selalu mengalami perubahan. Kapasitas OPM untuk memobilisasi kekuatan subyektifnya sendiri dan membentuk aliansi luas dengan negara pro-reformasi dan aktor dari kalangan non-pemerintah pada tingkat politik internasional, regional, nasional dan lokal akan menentukan apakah OPM akan terus menjadi aktor penting dalam kampanye global melawan kebijakan tanah neo-liberal dan dalam advokasi pembaruan agraria pro-kaum miskin yang sejati.

Batang, 20 Mei 2009
Wahyudi, CHA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar