Selasa, 07 September 2010

Pengurus Gerakan Kebangkitan Petani Jawa Tengah

Program Perjuangan

Didasarkan pada situasi nyata kaum tani di Indonesia secara luas, maka menjadi penting dan strategis untuk menyusun program perjuangan organisasi yang menjadi panduan kerja secara umum bagi semua pengurus dan anggota :

1. Mengkritisi dan memberikan respon terhadap setiap kebijakan dan tindakan pemerintah yang bertentangan dengan upaya kemakmuran petani dan kemandirian desa;
2. Secara aktif melakukan pendampingan dan advokasi tentang kebijakan Pemerintah dengan menuntut dilaksanakannya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960;
3. Mendorong kebangkitan kekuatan ekonomi petani dan perdesaan yang mandiri dengan mendukung terwujudnya upaya peningkatan sosio-ekonomi perdesaan seperti mendukung Badan Usaha Milik Desa, Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro Desa, memediasi pemilik modal dan usaha tani, dan lain sebagainya;
4. Melakukan pendidikan lapang bagi masyarakat desa (petani, buruh tani, peternak, nelayan dan elemen masyarakat desa lainnya) untuk meningkatkan kualitas SDM di desa dengan kurikuler yang mampu meningkatkan produktivitas secara langsung;
5. Melakukan berbagai studi, riset, pengkajian, pelatihan penerapan informasi dan teknologi tepat guna dengan cara meningkatkan partisipasi stakeholder desa dalam bentuk keswakarsaan;
6. Menggalang dan menarik dukungan yang lebih luas dalam membentuk kawasan agropolitan di Kabupaten /Kota sehingga mampu menarik kekuatan sosial – ekonomi – budaya – politik petani dan desa;
7. Mendukung terwujudnya Forum pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten/Kota menuju pada terwujudnya front dan aliansi perjuangan petani dan desa untuk kemandirian di bidang pangan, energi, teknologi, sosial – ekonomi – budaya – politik;
8. Secara aktif terlibat dalam penggalangan sinergitas pemasaran produksi petani baik pada tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional.
9. Menggalang dan menjaga kelestarian lingkungan hidup dari pencemaran, baik bersumber dari pertanian maupun industri lain.
10. Memberikan penyajian data dan informasi kewaspadaan dini yang bersifat netral, tajam dan dapat berguna dalam menentukan ambang toleransi suatu keadaan di desa dari gejala yang mengarah pada tingkat konflik/krisis, dimana kemungkinan adanya bahaya atau terjadinya ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan dapat memiliki daya tangkal dalam memberikan tanggapan awal secara tepat.

Visi dan Misi

VISI
Terwujudnya petani yang mandiri dan sejahtera di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama pada bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, seni budaya, pangan, teknologi, energi, dan pelestarian lingkungan hidup dalam rangka mendukung tujuan pembangunan nasional.

MISI
1. Ideologi
Melakukan upaya peningkatan percepatan peradaban desa, untuk kesetaraan martabat dan harkat bangsa Indonesia di mata dunia dengan menggunakan ideologi Pancasila serta menerapkan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
2. Politik
Melaksanakan advokasi dan pendidikan politik kepada masyarakat desa serta berpartisipasi dalam penyusunan perundang-undangan tentang pertanian dan perdesaan sehingga hak berdaulat secara politik masyarakat desa menjadi penguat terwujudnya demokrasi dalam kerangka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3. Ekonomi
Melakukan pendampingan, penyertaan dan pemberdayaan sistem kegiatan ekonomi petani miskin perdesaan melalui pengembangan Usaha Petani maupun Usaha Kecil dan Menengah serta Badan Usaha Milik Desa, sesuai dengan potensi sumberdaya manusia dan desa.
4. Sosial Budaya
Memperjuangan penggalian dan pembiayaan kelembagaan (suprastructure) dalam pengembangan budaya gotong royong (commitment communal) yang bersendikan delapan dimensi pranata sosial (tata sosio-ekonomi, tata kesehatan dan kesejahteraan, tata pendidikan lapang, tata infrastruktur, tata informasi dan teknologi tepat guna, tata keamanan swakarsa, tata seni-budaya dan olah raga dan tata kerukunan beragama) yang berorientasi pada pembentukan kemandirian dan perwujudan attitude bangsa berasaskan nilai-nilai luhur Pancasila
5. Lingkungan Hidup dan Teknologi Pertanian
Menyerap teknologi komunikasi dan informasi, teknologi pertanian dan teknologi tepat guna yang lain. Serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dalam rangka perwujudan kesejahteraan petani. Berupaya membangkitkan kesadaran masyarakat desa untuk melestarikan alam dan lingkungan hidup dengan mengurangi penggunaan pestisida dan bahan kimia, serta kembali dengan pola tanam organik.

Program Kerja

PROGRAM BUDIDAYA PERTANIAN YANG DILAKUKAN GERBANG TANI:

(1) PRODUKSI PUPUK ORGANIK GUMUS

Pupuk Gumus merupakan dekomposisi bahan – bahan organik atau proses perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikro-organisme. Bahan dasar pembuatan kompos ini adalah kotoran kelelawar dan humus, serta bahan seperti serbuk gergaji atau sekam, jerami padi dll, yang didekomposisi dengan bahan pemacu mikroorganisme dalam tanah (misalnya stardec atau bahan sejenis) ditambah dengan bahan-bahan untuk memperkaya kandungan Gumus, selain ditambah serbuk gergaji atau sekam, jerami padi dapat juga ditambahkan abu dan kalsit/kapur. Kotoran kelelawar yang sudah lama mengendap di dalam gua dipilih karena selain tersedia banyak di gua juga memiliki kandungan Nitrogen 5%, K2O, dan P2O5. Pupuk Gumus mengandung semua unsur atau mineral mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. Jika di bandingkan dengan pupuk kimia buatan, pupuk Gumus tidak mengandung zat pengisi. Pupuk Gumus tinggal lebih lama dalam jaringan tanah, meningkatkan produktivitas tanah dan menyediakan makanan bagi tanaman lebih lama dari pada pupuk kimia buatan. Pupuk alami seperti inilah yang saat ini sedang dicari sebagai pengganti pupuk yang terbuat dari bahan kimia, karena lebih ramah lingkungan juga tidak mengandung efek lain yang ditimbulkan.

Lokasi usaha pembuatan pupuk Gumus ini berada di Kecamatan Reban Kabupaten Batang, dan menyerap 50 relawan Gerbang Tani yang berasal dari berbagai desa. Relawan tersebut diharapkan akan mentranfer keterampilan pembuatan pupuk organik sehingga pada suatu saat para relawan akan mampu memproduksi sendiri, baik untuk kepentingan lahan sendiri maupun komersial.

(2) BUDIDAYA SORGHUM

Di banyak negara biji sorgum digunakan sebagai bahan pangan, pakan ternak dan bahan baku industri. Sebagai bahan pangan dunia, sorgum berada pada urutan ke-5 setelah gandum, padi, jagung dan barley (ICRISAT/FAO, 1996). Di negara maju biji sorgum digunakan sebagai pakan ternak unggas sedang batang dan daunnya untuk ternak ruminansia. Biji sorgum juga merupakan bahan baku industri seperti industri etanol, bir, wine, sirup, lem, cat dan modifikasi pati (modified starch). Terkait dengan energi, di beberapa negara seperti Amerika, India dan Cina, sorgum telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar etanol (bioetanol). Secara tradisional, bioetanol telah lebih lama diproduksi dari molases hasil limbah pengolahan gula tebu (sugarcane). Walaupun harga molases tebu relatif lebih murah, namun bio-etanol sorgum dapat berkompetisi mengingat beberapa kelebihan tanaman sorgum dibanding tebu antara lain sebagai berikut :
• Tanaman sorgum memiliki produksi biji dan biomass yang jauh lebih tinggi dibanding tanaman tebu.
• Adaptasi tanaman sorgum jauh lebih luas dibanding tebu sehingga sorgum dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik lahan subur maupun lahan marjinal.
• Tanaman sorgum memilki sifat lebih tahan terhadap kekeringan, salinitas tinggi dan genangan air (water lodging).
• Sorghum memerlukan pupuk relatif lebih sedikit dan pemeliharaannya lebih mudah daripada tanaman tebu.
• Laju pertumbuhan tanaman sorgum jauh lebih cepat daripada tebu.
• Menanam sorgum lebih mudah, kebutuhan benih hanya 4,5 – 5 kg/ha dibanding tebu yang memerlukan 4500–6000 stek batang.
• Umur panen sorgum lebih cepat yaitu hanya 2 – 3 bulan, dibanding tebu yang dipanen pada umur 7 bulan.
• Sorgum dapat diratun sehingga untuk sekali tanam dapat dipanen beberapa kali.
Untuk sekali siklus panen, produksi bioetanol sorgum di Amerika Serikat mencapai 10.000 liter/ha/tahun, di India 3.000 – 4.000 liter/ha/tahun, dan di Cina mencapai 7000 liter/ha/tahun. Di Cina sorgum banyak dibudidayakan dan dikembangkan dalam kaitan pemingkatan produktivitas lahan-lahan marjinal yang sering terkena wabah kekeringan dan salinitas tinggi. Di India bioetanol sorgum digunakan sebagai bahan bakar untuk lampu penerangan (pressurized ethanol lantern) disebut “Noorie” yang menghasilkan 1.250-1.300 lumens (setara bola lampu 100 W), kompor pemasak (pressurized ethanol stove) yang menghasilkan kapasitas panas 3 kW. Selain itu, pemerintah India telah mengeluarkan kebijakan mencampur bioetanol sorgum dengan bensin untuk bahan bakar kendaraan bermotor.
Nutrisi Sorgum
Sebagai bahan pangan dan pakan ternak alternatif sorgum memiliki kandungan nutrisi yang baik, bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi daripada beras. Kandungan nutrisi sorgum dibanding sumber pangan/pakan lain disajikan dalam Tabel berikut:

Unsur Nutrisi Kandungan/100 g
Beras Jagung Singkong Sorghum Kedelai
Kalori (cal) 360 361 146 332 286
Protein (g) 6.8 8.7 1.2 11.0 30.2
Lemak (g) 0.7 4.5 0.3 3.3 15.6
Karbohidrat (g) 78.9 72.4 34.7 73.0 30.1
Kalsium (mg) 6.0 9.0 33.0 28.0 196.0
Besi (mg) 0.8 4.6 0.7 4.4 6.9
Posfor (mg) 140 380 40 287 506
Vit. B1 (mg) 0.12 0.27 0.06 0.38 0.93
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1992).

Pada saat ini, Gerbang Tani Jawa Tengah bermitra dengan lebih dari 2.500 Kepala Keluarga petani di wilayah Kabupaten Batang dan Grobogan untuk melakukan budidaya Sorghum di atas lahan seluas 160 hektar. Adapun hasil ”malai” nya diekspor ke luar negeri, bulir sorghum dibudidayakan sebagai makanan dan kudapan alternatif, pakan ternak, dan unsur pupuk organik. Batang pohon sorghum kami manfaatkan untuk bahan baku bio-ethanol dan lok jamur.

(3) REBOISASI HUTAN DAN AGROFORESTRY

"Sustainable Land Management (SLM) berarti penggunaan sumberdaya lahan, termasuk tanah, air, binatang dan tumbuhan, untuk memproduksi barang guna memenuhi kebutuhan manusia yang senantiasa berubah-ubah dan secara simultan menjamin potensi produksi jangka panjang dari sumberdaya-sumberdaya tersebut dan memelihara fungsi-fungsi lingkungannya" (AGENDA 21, yang dihasilkan oleh Earth Summit di Rio de Jeinero 1992)

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai keanekargaman hayati yang sangat banyak dan memiliki hutan hujan tropis yang luasnya nomor dua setelah Brazil. Negeri ini memiliki daratan 1,3% dari luas daratan dunia, namun memiliki 10% keanekaragaman hayati tanaman dunia, 12% jumlah mamalia, 17% reptil dan binatang amphibi serta 17% species burung dunia. Kekayaan dan keanekaragaman hayati tersebut kini sudah banyak menghilang sejalan dengan tingginya laju degradasi lahan dibanding laju rehabilitasi. Data WRI tahun 1998 menyatakan sekitar 72% hutan asli Indonesia telah musnah.

Hal itulah yang melatarbelakangi semangat kebersamaan antar pihak yang terkait untuk mengelola Sumber Daya Alam agar terwujud kelestarian hutan untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera dan memotivasi Gerakan Kebangkitan Petani Jawa Tengah melakukan Reboisasi Hutan dan Agroforestry yang bertujuan (1) menyalurkan aspirasi masyarakat desa hutan dalam rangka pengelolaan hutan bersama-sama dengan Perhutani dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan; (2) meningkatkan rasa kepedulian masyarakat desa hutan terhadap lingkungan hutan bagi kehidupan kini dan yang akan datang; (3) meningkatkan taraf hidup masyarakat desa hutan; serta (4) mengadakan kerjasama dengan pihak lain yang berkepentingan dalam pengelolaan hutan.

Reboisasi Hutan dan Agroforestry tersebut diharapkan mampu memberdayakan ekonomi masyarakat hutan secara terpadu guna peningkatan daya saing produk agroindustri domestik dan internasional. Tujuan ini dapat diabstraksikan:

1. Menginisiasi berkembangnya Kawasan Industri Hutan Rakyat Terpadu yang didukung oleh adanya techno-industrial cluster yang relevan.
2. Pengembangan teknologi pengolahan diversifikasi produk agribisnis empon-empon seperti : kakao, kopi, kina dan berbagai bentuk olahan, produk tanaman pagar seperti enau atau aren, pupuk organik, ternak dan pakan ternak.
3. Pengembangan kelembagaan Koperasi Gerbang Tani sebagai pengelola Kawasan Industri Hutan Rakyat Terpadu.
4. Performance agribisnis di wilayah Kabupaten Batang khususnya dan Provinsi Jawa Tengah pada umumnya pada saat sekarang dapat diabstraksikan pada Analisa SWOT berikut ini :

Lima faktor yang menjadi KEKUATAN bagi pengembangan Reboisasi Hutan dan Agroforestry adalah:
a. Ketersediaan lahan yang didukung oleh keunggulan komparatif kondisi agroekologi
b. Sifat unggul difersivikasi produk empon empon untuk pasar regional, nasional dan internasional
c. Ketersediaan SDM dan masyarakat untuk mendukung produksi hutan-rakyat yang unggul
d. Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya tinggi terhadap produk agroforestry dan industri pengolahannya
e. Potensi pasar yang sangat besar

Beberapa KELEMAHAN yang menonjol adalah:
a. Kesenjangan hasil-hasil penelitian dengan aplikasi secara komersial
b. Posisi “lembaga pemasaran” sangat dominan
c. Belum terbentuknya keterkaitan-kemitraan yang adil antar pelaku (cluster) produk hutan-rakyat & sistem distribusi produk
d. Produk yang dipasarkan masih terbatas
e. Tingginya komponen biaya transportasi dalam struktur biaya produksi

Beberapa PELUANG yang dapat diidentifikasi adalah:
a. Pasar domestik (lokal, regional, nasional, dan internasional) sangat terbuka
b. Diversifikasi produk-produk olahan jenis empon – empon sangat potensial
c. Kebutuhan pengembangan keterkaitan antara cluster produksi dan cluster distribusi dalam kelembagaan Kawasan Industri Hutan Rakyat Terpadu
d. Kebutuhan Pemberdayaan sistem kelembagaan produksi

ANCAMAN yang dianggap serius adalah:
a. Hambatan-hambatan sistem distribusi / perdagangan produk empon – empon
b. Persaingan dengan produk impor
c. Persaingan dengan komoditi lain dalam penggunaan lahan
d. Hambatan-hambatan sistem industri pengolahan

DAMPAK yang dapat diharapkan adalah :
1. Berkembangnya Kawasan Industri Hutan Rakyat Terpadu dengan keterkaitan yang adil di antara cluster-cluster yang ada
2. Terbentuknya Koperasi Gerbang Tani sebagai pengelola Kawasan Industri Hutan Rakyat Terpadu yang mampu mengkoordinasikan sistem produksi dan sistem distribusi produk empon – empon
3. Meningkatnya citra dan keunggulan produk tanaman hutan domestik
4. Sinergi antar pelaku agribisnis/agroindustri dalam Kawasan Industri Hutan Rakyat Terpadu
5. Tumbuh-kembangnya semangat masyarakat untuk memproduksi tanaman empon – empon
6. Tumbuh-kembangnya pasar produk-produk olahan tanaman hutan
7. Tumbuhnya semangat untuk melestarikan sumberdaya lahan kritis

(4) BUDIDAYA CACAO / COKLAT

Kakao (Theobroma Cacao) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao berasal dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya, kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar.

Oleh karena itu dalam budidayanya, tanaman kakao memerlukan naungan. Sebagai daerah tropis, Indonesia yang terletak antara 6º LU – 11º LS merupakan daerah yang sesuai untuk tanaman kakao. Sebagai tananam yang dalam budidayanya memerlukan naungan, maka walaupun telah diperoleh lahan yang sesuai, sebelum penanaman kakao tetap diperlukan persiapan naungan. Oleh karena itu persiapan lahan dan naungan, serta penggunaan tanaman yang bernilai ekonomis sebagai penaung merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya kakao.

Gerakan Kebangkitan Petani Jawa Tengah Cabang Kabupaten Kebumen sedang melakukan proses kemitraan dengan LMDH, Perum Perhutani, Dinas Perkebunan di Kabupaten Kebumen untuk melakukan budidaya kakao sebagai tanaman empon-empon di bawah tegakan (naungan). Adapun daerah hutan yang akan menjadi wilayah kerja meliputi Kecamatan Karanggayam, Karangsambung, Sadang, Wadaslintang yang masuk Kabupaten Kebumen, dan DAS Lukula.

(5) BUDIDAYA TANAMAN KINA

Kina merupakan tanaman obat berupa pohon yang berasal dari Amerika Selatan di sepanjang pegunungan Andes yang meliputi wilayah Venezuela, Colombia, Equador, Peru sampai Bolivia. Daerah tersebut meliputi hutan-hutan pada ketinggian 900-3.000 m dpl. Bibit tanaman kina yang masuk ke Indonesia tahun 1852 berasal dari Bolivia, tetapi tanaman kina yang tumbuh dari biji tersebut akhirnya mati. Pada tahun 1854 sebanyak 500 bibit kina dari Bolivia ditanam di Cibodas dan tumbuh 75 pohon yang terdiri atas 10 klon. Nama daerah : kina, kina merah, kina kalisaya, kina ledgeriana
Pada tahun 1939 Indonesia merupakan pemasok 90 % kebutuhan kina dunia dengan luas areal tanam 17.000 ha dengan produksi 11.000 ton kulit kering/tahun. Akibat terlantarnya kebun kina dan terjadinya penebangan besar-besaran sejak Perang Dunia II sampai tahun enam puluhan, areal dan produksi kina Indonesia menurun Kebutuhan kulit kina dirasakan semakin meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat pula. Kulit kina merupakan bahan baku obat penyakit malaria dan penyakit jantung. Obat tersebut sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Di samping sebagai bahan obat, kina sebagai bahan baku kosmetika, minuman penyegar dan industri penyamakan. Beberapa dekade yang lalu produksi kina Indonesia kalah oleh pordusen dari Afrika. Tetapi saat ini produksi di Afrika mengalami penurunan. Saat ini adalah saat yang dianggap tepat untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi perkebunan kina. Prospek agribisnis kulit kina sangat cerah, dan permintaan pasar internasionalpun semakin meningkat tetapi belum bisa terpenuhi. Dengan mengingat mutu kina Indonesia yang sangat prima, Perkebunan kina di wilayah Kabupaten Batang di hamparan seluas 320 hektar akan menjadi sektor agribisnis yang diperhitungkan.

(6) BUDIDAYA TANAMAN AREN / ENAU

Pohon aren mudah tumbuh, berasal dari wilayah Asia tropis, menyebar alami mulai dari India timur di sebelah barat, hingga sejauh Malaysia, Indonesia, dan Filipina di sebelah timur. Di Indonesia, aren tumbuh liar atau ditanam pada ketinggian 0 m s/d 1.400 m dpl. Banyak tumbuh di lereng-lereng atau tebing sungai, dan biasanya di sekitar tumbuhan aren selalu terbentuk sumber mata air.

Aren atau enau dapat dikembangbiakkan secara generatif yaitu melalui bijinya. Untuk tujuan Reboisasi Hutan dan Agroforestry, pada saat ini Organisasi Petani Mandiri Gerakan Kebangkitan Petani Jawa Tengah melakukan pembibitan aren yang diperoleh dari keturunan benih yang baik.

Pohon aren menghasilkan banyak hal, yang menjadikannya populer sebagai tanaman serbaguna, terutama sebagai penghasil nira dan gula. Nira mentah (segar) bersifat pencahar (laksativa), sehingga kerap digunakan sebagai obat urus-urus. Nira segar juga baik sebagai bahan campuran (pengembang) dalam pembuatan roti. Buah aren memiliki 2 atau 3 butir inti biji (endosperma) yang berwarna putih tersalut batok tipis yang keras. Buah yang muda intinya masih lunak dan agak bening. Buah muda dibakar atau direbus untuk mengeluarkan intinya, dan kemudian inti-inti biji itu direndam dalam air kapur beberapa hari untuk menghilangkan getahnya dan setelah dikupas, inti bijinya dipukul gepeng dan kemudian direndam dalam air selama 10-20 hari. Inti biji yang telah diolah itu, diperdagangkan di pasar sebagai buah atap atau kolang-kaling.

Daun pohon aren juga biasa digunakan sebagai bahan atap rumah rakyat. Pucuk daunnya yang masih kuncup (janur) juga dipergunakan sebagai daun rokok, yang dikenal pasar sebagai daun kawung. Lembar-lembar daunnya biasa digunakan sebagai pembungkus barang dagangan, misalnya gula aren atau buah durian. Lembar-lembar daun ini pun kerap dipintal menjadi tali, sementara dari lidinya dihasilkan barang anyaman sederhana dan sapu lidi.

Seperti halnya daun, ijuk pohon aren dipintal menjadi tali. Meski agak kaku, tali ijuk ini cukup kuat, awet dan tahan digunakan di air laut. Ijuk dapat pula digunakan sebagai bahan atap rumah, pembuat sikat dan sapu ijuk. Dari pelepah dan tangkai daunnya, setelah diolah menghasilkan serat kuat dan tahan lama untuk dijadikan benang, tali pancing dan senar gitar Batak.

Batangnya mengayu di sebelah luar dan agak lunak berserabut di bagian dalam atau empulurnya. Kayunya yang keras ini dipergunakan sebagai papan, kasau atau dibuat menjadi tongkat. Empulur atau gumbarnya dapat ditumbuk dan diolah untuk menghasilkan sagu, meski kualitasnya masih kalah oleh sagu rumbia. Batang yang dibelah memanjang dan dibuang empulurnya digunakan sebagai talang atau saluran air. Pendek kata, selain sebagai tanaman penahan air dan longsor – mulai dari akar, batang sampai daun pohon aren memiliki manfaat yang besar bagi manusia.

(7) AGROPOLITAN JAWA TENGAH

Agropolitan adalah suatu konsep pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat bawah yang tujuannya tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi juga mengembangkan segala aspek kehidupan sosial (pendidikan, kesehatan, seni-budaya, politik, pertahanan-keamanan, kehidupan beragama, kepemudaan, dan pemberdayaan pemuda dan kaum perempuan). Agropolitan merupakan bentuk pembangunan yang memadukan pembangunan pertanian (sektor basis di perdesaan) dengan sektor industri yang selama ini secara terpusat dikembangkan di kabupaten/kota tertentu saja. Secara luas pengembangan agropolitan berarti mengembangkan perdesaan dengan cara memperkenalkan fasilitas-fasilitas kota/modern yang disesuaikan dengan lingkungan perdesaan. Ini berarti tidak mendorong perpindahan penduduk desa ke kota, tetapi mendorong mereka untuk tinggal di tempat dan menanamkan modal di daerah perdesaan, karena kebutuhan-kebutuhan dasar (lapangan kerja, akses permodalan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, dan kebutuhan sosial-ekonomi lainnya) telah dapat terpenuhi di desa. Hal ini dimungkinkan, karena desa telah diubah menjadi bentuk campuran yang dinamakan agropolis atau kota di ladang. Gerbang Tani Jawa Tengah secara terpisah menciptakan konsep agropolitan se Provinsi Jawa Tengah secara terpadu dan menopang satu sama lain.

(8) PENGEMBANGAN KEMITRAAN TERUS MENERUS

Dalam mewujudkan cita-cita besar itu, Gerakan Kebangkitan Petani Jawa Tengah telah melakukan program kemitraan dan pembinaan komunitas petani secara langsung dengan prinsip keterpaduan, produktivitas, efektivitas, kemandirian, dan kelangsungan sumber daya daerah. Dukungan menyeluruh diberikan dalam bentuk kemitraan usaha dengan mengelola jaringan produksi pertanian dengan Koperasi Petani Gerbang Tani Jawa Tengah yang membeli hasil produksi petani, agar terangkat harganya. Program pendampingan dan advokasi kaum tani yang terlangggar haknya juga kami diprioritaskan.

Gerakan Kebangkitan Petani Jawa Tengah

NEGARA, bangsa, saat ini sedang mengalami tekanan yang terus menerus dari tiga arah. Pertama, “dari atas”, melalui globalisasi, dimana kekuasaan beberapa negara pembuat kebijakan semakin meningkat dengan membagi kekuasaannya melalui institusi internasional untuk melakukan pengaturan, seperti WTO, IMF dan Bank Dunia. Kedua, “dari bawah”, melalui desentralisasi yang parsial di bidang politik, fiskal dan kekuasaan administratif dari pemerintah pusat yang diberikan kepada daerah. Ketiga, “dari samping” melalui privatisasi sebagian fungsi-fungsi negara (Fox, 2001).

Di tengah-tengah proses tersebut pemerintah pusat tetap memainkan peran penting dalam bidang ekonomi dan politik di tingkat lokal, nasional dan internasional, meskipun mengalami beberapa perubahan. Ruang lingkup, langkah, luas dan arah perubahan bentuk ini dilakukan oleh para aktor berbeda yang saling bersekutu atau saling bersaing satu sama lain di tingkat ekonomi dan politik yang berbeda-beda. Bentuk persaingan dalam proses perubahan ini terjadi karena luasnya tingkat tanggung jawab yang tidak seimbang dan bervariasinya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan mengenai globalisasi, desentralisasi dan privatisasi dengan dampak nan beragam di tingkat kelas sosial yang berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Secara global, mungkin sektor perdesaan adalah sektor yang sangat terpengaruh oleh proses ini. Orientasi perdagangan pasar dunia neo-liberal terutama yang berhubungan dengan teknologi dan kebijakan fiskalnya telah secara luas menjangkau dan berdampak (umumnya merugikan) pada mata pencarian dan kehidupan petani – petani kecil dan miskin. Mulai ditanggalkannya tanggung jawab tradisional negara terhadap nasib masyarakat perdesaan yang miskin serta derasnya arus privatisasi, sangat mempengaruhi penguasaan masyarakat atas sumber daya alam dan akses kebutuhan mendasar mereka, mengakibatkan hilangnya perlindungan terhadap petani-petani kecil dan petani-petani miskin atas tindak kekerasan yang dilakukan oleh kekuatan pasar yang dikuasai perusahaan global raksasa. Terakhir, desentralisasi kekuasaan di kebanyakan negara berkembang juga memberikan dampak bagi kelembagaan negara yang menghubungkan masyarakat miskin perdesaan dengan pemerintah dan para elite.

Dengan demikian, perubahan yang sedang terjadi di tingkat institusi internasional – nasional – lokal dimana struktur pengaturan di dalamnya melibatkan masyarakat miskin, baik yang bergabung atau yang menentang ekonomi dan politik global yang dikuasai perusahaan-perusahaan besar, menunjukkan adanya peluang dan ancaman bagi penduduk perdesaan di dunia. Keberadaan keduanya, peluang dan ancaman, telah mendorong dan menggusarkan gerakan sosial perdesaan tingkat nasional untuk selanjutnya menyesuaikan gerakan mereka ke tingkat lokal (sebagai jawaban atas desentralisasi), dan pada waktu yang sama membuat jejaring international (sebagai jawaban atas globalisasi). Meskipun kerja – kerja advokasi dan lobby, serta aksi-aksi kolektif tetap berpegang pada karakter nasional mereka. Salah satu hasil penyesuaian tersebut adalah munculnya pusat – pusat gerakan sosial perdesaan yang beragam (polycentric) yang berjuang membangun koordinasi struktural yang lebih padu dalam integrasi vertikal lebih besar pada waktu yang bersamaan. Nampaknya kontradiksi dalam proses politik globalisasi dan desentralisasi yang sangat mempengaruhi negara berimbas juga dalam proses internalisasi politik dan pengorganisasian gerakan sosial perdesaan.

Proses politik dan pengorganisasian tersebut, seperti dihadapi oleh negara – bangsa, menjadi sangat dinamis dan mengakibatkan hasil yang bervariasi dan tidak seimbang secara geografis maupun institusional. Melalui perspektif di atas gerak laju yang mungkin dilakukan secara politis dan organisasional oleh mereka kemudian dapat dipahami dan dilihat lebih baik. Fenomena jejaring dan gerakan sosial perdesaan bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan petani, karena jaringan trans-nasional atau gerakan para petani dan pemilik tanah kecil secara umum telah lama ada. Walaupun demikian, kehadiran Gerakan Kebangkitan Petani (Gerbang Tani) Jawa Tengah diharapkan akan memperkaya jejaring petani miskin dan perdesaan sebagai petani produsen dan desa sejahtera.

Kita semua faham, organisasi petani banyak didirikan sejak seratus tahun yang lalu, baik oleh gabungan para petani kecil hingga petani besar yang umumnya berasal dari negara berkembang, beberapa kemudian menjadi arus utama dalam organisasi sektor pertanian secara umum yang menjadi perwakilan resmi para pejabat antar pemerintah di bidang agribisnis. Ketika terjadi perubahan kebijakan oleh kaum Neo-Liberal, bagi para anggotanya tidak banyak berpengaruh, paling tidak hal keuangan. Kenyataannya, akan banyak manfaat yang diperoleh dengan adanya perubahan dalam kebijakan pasar global dan perubahan aturan dalam WTO.

Dalam banyak hal, posisi Gerakan Kebangkitan Petani (Gerbang Tani) Jawa Tengah terhadap isu-isu tertentu dan bentuk aksi-aksi kolektifnya berbeda secara mendasar dari lawan-lawan utamanya. Gerbang Tani Jawa Tengah, Insya Allah, muncul menjadi suara alternatif yang penting dari para petani miskin dan kecil. Pada waktu yang sama, Gerbang Tani Jawa Tengah juga berupaya memasuki gelanggang/arena bagi sejumlah aksi, perdebatan dan tempat pertukaran ide di antara kelompok-kelompok petani sub nasional yang berbeda. Hal itu membuat Gerbang Tani Jawa Tengah menjadi khas, karena memiliki dua karakter, tempat bertemunya para aktivis dan tempat untuk melakukan aksi, dan membuatnya menjadi sebuah ‘Institusi’ penting bagi gerakan petani miskin lokal. Gerbang Tani Jawa Tengah juga menjadi tempat yang menarik namun kompleks bagi berbagai jejaring gerakan sosial, jaringan Ornop dan lembaga-lembaga nasional lainnya untuk dipahami, dan khususnya dalam berhubungan dengannya.

Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) diharapkan akan terus menjadi aktor dan arena aksi yang penting bagi gerakan petani di seluruh nusantara. Adanya berbagai ancaman terhadap kehidupan dan mata pencarian kelompok perdesaan yang termarjinalkan seperti halnya dengan ketersediaan dan kemunculan sejumlah peluang politik yang terutama dibawa oleh proses dinamis penyusunan ulang negara secara global akan terus menyediakan konteks yang paling penting bagi dan menjadi obyek persaingan politik Organisasi Petani Miskin (OPM) pada tingkat internasional, nasional, regional, dan lokal. Luasan dimana OPM akan terus menjadi arena yang penting bagi aksi, perdebatan dan pertukaran antara gerakan nasional dan regional akan sangat bergantung pada kapasitasnya untuk mempertahankan kerangka kerja ideologis pluralis dan keotonomiannya, seperti halnya dengan kapasitasnya untuk mengembangkan struktur organisasi yang mampu merespon dinamika gerakan regional, nasional dan lokal yang selalu mengalami perubahan. Kapasitas OPM untuk memobilisasi kekuatan subyektifnya sendiri dan membentuk aliansi luas dengan negara pro-reformasi dan aktor dari kalangan non-pemerintah pada tingkat politik internasional, regional, nasional dan lokal akan menentukan apakah OPM akan terus menjadi aktor penting dalam kampanye global melawan kebijakan tanah neo-liberal dan dalam advokasi pembaruan agraria pro-kaum miskin yang sejati.

Batang, 20 Mei 2009
Wahyudi, CHA